Rabu, 11 Mei 2016

filosofi 5 dasar negara

FILOSOFI DASAR NEGARA AMERIKA SERIKAT

A. Tinjauan Filsafat Amerika Serikat
Filsafat pada dasarnya merupakan pernyataan secara sengaja tentang suatu kebudayaan tertentu, kekhususan pada adat-istiadat, pola tingkah laku, ide-ide, maupun sistem nilai. Filsafat juga bisa berarti sebagai suatu ekspresi atau interpretasi secara objektif tentang watak nasional suatu bangsa (Dimyati, 1988:29). Amerika merupakan suatu negara yang dibentuk dari bangsa-bangsa asing yang mendiaminya. Mereka secara sadar memilih menjadi warga negara Amerika. Kondisi tersebut berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia, karena pada umumnya suatu negara dibentuk dari penduduk-penduduk asli bangsanya. Perbedaan tersebut memicu berkembangnya 2 aliran filsafat yang berlainan, yaitu Transcendentalisme dan Pragmatisme.
Transcendentalisme mengekspresikan hal-hal yang berkenaan dengan kebudayaan, sedangkan Pragmatisme merupakan suatu pemikiran yang berusaha membentuk Amerika yang hidup, dinamis, dan progresif. Kedua aliran filsafat tersebut saling tidak bersesuaian sehingga belum ada kesepakatan tentang filsafat nasional Amerika. Meskipun demikian, kegiatan pendidikan di Amerika tetap berpijak pada landasan kependidikan yang berupa pemikiran kefilsafatan/keilmuwan/wawasan-wawasan lain (Dimyati, 1988).
Ada seperangkat nilai yang merupakan sumber perilaku dan sikap orang Amerika yaitu:
1) berorientasi pada prestasi kerja individual;
2) bekerja atau melakukan kegiatan sebagai nilai kesusilaan;
3) berorientasi pada efisiensi, nilai praktis, dan kegunaan;
4) berorientasi pada masa yang akan datang sebagai suatu kemajuan, oleh karenanya harus bekerja keras;
5) percaya bahwa dengan rasionalitas dan ilmu pengetahuan orang akan dapat menguasai lingkungan;
6) berorientasi pada keuntungan material;
7) berorientasi pada nilai kesamaan derajat di bidang kesempatan pada berbagai bidang kehidupan; berorientasi pada kemerdekaan; dan
9) berorientasi pada nilai kemanusiaan,dalam arti membantu yang lemah
(Dimyati, 1988: 61-62).
Sementara itu Garin Nugroho (dalam artikelnya yang berjudul Pemerintah tanpa Strategi Kebudayaan) menuliskan …. “Amerika Serikat lewat filosofi kapitalis, sistem hukum anglo saxon serta bentuk federalisnya, menjadikan strategi kebudayaannya senantiasa mendukung pasar bebas dan partisipasi publik. Nilai-nilai keutamaan bangsa lebih ditekankan pada nilai kompetisi, individualisme dan kerja keras, serta etika kapitalisme, sehingga sistem pendidikannya pun lebih mengutamakan nilai swastanisasi daripada publik”.
Salah satu ide yang menjadi dasar filosofi pendidikan Amerika dikemukakan oleh Horace Mann (dalam Mayer, 1966) sebagai berikut:
1) education was to be universal for rich and poor;
2) education was to be free;
3) education should be handled by the state, not by ecclesiastical organizations;
4) education depended upon carefully trained teachers;
5) education was to train both men and women.
B. Sejarah Kegiatan Pendidikan Amerika Serikat
Pada awal perkembangannya persekolahan di Amerika telah dimulai sejak zaman penjajahan. Persekolahan ketika itu bersifat elitis dan berorientasi pada agama. Masyarakat yang berada pada lapisan sosial-ekonomi bawah hanya boleh mengenyam pendidikan di “sekolah ibu”, yaitu suatu sekolah yang mengajarkan membaca, menulis, berhitung, dan agama. Sedangkan masyarakat pada lapisan sosial-ekonomi atas dipersiapkan untuk menjadi pemimpin gereja, pemimpin masyarakat, ataupun pemimpin negara melalui sekolah latin dan colleges. Pada masa itu anak wanita tidak mempunyai kebebasan untuk bersekolah —suatu bentuk nyata diskriminasi gender yang terjadi di banyak negara yang sedang terjajah— (Dimyati, 1988).
Rakyat Amerika berhasil memperoleh kemerdekaannya dan membentuk negara Amerika Serikat pada 4 Juli 1776. Iklim kemerdekaan ini berdampak pada perubahan pola pendidikan di Amerika. Pendidikan yang bersifat elitis diubah. Pada masa ini muncullah gerakan Public School yang bersifat terbuka untuk semua anak kulit putih baik pria maupun wanita. Public School dibentuk dan dirancang untuk membentuk kompetensi dan keterampilan dasar warga negara. Upaya pengembangan Public School telah menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat.
Sebagian masyarakat setuju dengan campur tangan dan intervensi pemerintah dalam pengembangan Public School, namun sebagian lagi menolaknya. Kelompok masyarakat yang kontra tersebut berpendapat bahwa campur tangan pemerintah justru akan menghambat perkembangan Public School itu sendiri. Kegiatan pendidikan di Amerika tidak terhenti sampai disini saja. Sejarah panjang mewarnai kegiatan pendidikan di negeri Paman Sam tersebut.
Tiga periode reformasi pendidikan berikut ini akan mengisi catatan panjang sejarah pendidikan Amerika. Ketiga periode reformasi pendidikan tersebut adalah gerakan sekolah umum pada tengah abad 19, alam progressive pada awal abad 20, dan gerakan fermentaso generasi terakhir. Setiap periode selalu mempertanyakan dan mengubah pola-pola pendidikan yang telah ada.
Pada abad 19 Public School tersebar luas di seluruh Amerika, namun ironisnya tenaga pendidik dan fasilitas-fasilitas penunjang pendidikan ketika itu sangat minim. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadilah reformasi di bidang pendidikan yang berhasil memunculkan gerakan yang bisa mempersatukan kelompok-kelompok sosial yang berbeda keinginannya. Keberhasilan gerakan tersebut mendukung perkembangan Public School.
Pada tengah abad 19 ini Public School dirancang untuk memberikan pendidikan dasar umum sehingga lulusannya diharapkan mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik dan dapat memasuki dunia kerja. Pada zaman progressive terjadi sentralisasi pengawasan dan elaborasi dalam sistem pendidikan Common School. Para ahli pendidikan menggunakan kekuatan negara untuk memperkuat posisi, misalnya untuk memperoleh sertifikasi, dana, standarisasi fasilitas dan kurikulum.
Pada masa ini muncul pemikiran bahwa Common School tidak hanya membekali siswanya dengan pendidikan dasar di bidang 3 R (reading, writing, aritmathic) dan pendidikan moral saja, tetapi juga diharapkan mampu menyiapkan siswa secara langsung agar dapat melakukan peranan dalam hidup bermasyarakat, sehingga disini sekolah merupakan suatu lembaga yang menjadi pintu gerbang untuk mengarahkan siswa ke arah dunia kerja. Gerakan fermentaso generasi terakhir dalam sejarah pendidikan Amerika diawali pada 1958 sampai tengah tahun 1970-an.
Pada masa ini terjadi reformasi di bidang pendidikan yang berciri lebih menekankan fungsi daripada tujuan pendidikan. Sentralisasi kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan semakin bertambah sebagai akibat dari reformasi pendidikan tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi-organisasi guru tumbuh, makin berpengaruh, dan memperoleh kekuatan politik. Hal itu menyebabkan guru bersatu untuk menuntut perbaikan ekonomi dan sosial. Pada awal tahun 1980-an peminat public school merosot. Ketika itu public school menghadapi suatu krisis kepercayaan umum dan moral profesional yang rendah. Masyarakat menghendaki terjadinya perubahan-perubahan pada public school, namun para pengambil keputusan seringkali kurang memahami public education itu sendiri, sehingga mereka tidak dapat menentukan prioritas untuk memperbaiki lembaga ini (public school).
Reformasi datang dan pergi silih berganti, tetapi pemecahan rasional yang dilakukan tidak menggarap masalah yang sebenarnya (Dimyati, 1988).
C. Kegiatan Agama dan Ekonomi dalam Kaitannya dengan Pendidikan di Amerika Serikat
Pada tahun 1950-an masyarakat Amerika dikenal sebagai masyarakat yang religius. Kondisi tersebut terus berlangsung hingga tahun 1980-an. Kelompok-kelompok agama dan para pemimpin agama tetap mendukung gaya kapitalisme masyarakat Amerika dan mengecam humanisme sekuler. Terbukti bahwa agama masih mempunyai pengaruh yang kuat dalam memberikan dukungan sosial dan mekanisme kontrol sosial (Dimyati, 1988:64).
Kegiatan pendidikan di Amerika Serikat merupakan suatu usaha besar-besaran. Hal tersebut tercermin pada anggaran belanja pendidikannya yang sangat besar (berbeda dengan Indonesia yang hanya menganggarkan sedikir saja APBN nya untuk pos pendidikan). Di Amerika Serikat pembiayaan public school berasal dari pemerintah lokal, pemerintah negara bagian (sumber utama untuk memperbaiki public education), dan pemerintah federal, yang ketiganya diperoleh melalui pajak. Mengingat kegiatan pendidikan dibiayai dari pajak, maka para pembayar pajak akan mempengaruhi bagaimana dan untuk apa saja uang digunakan dalam kegiatan pendidikan. Pembaharuan pendidikan pada public education merupakan hal yang disoroti secara tajam oleh para pembayar pajak dan para peminat pendidikan, disamping pemerintah Amerika Serikat (Dimyati, 1988:71-73).
D. Bagaimana Pendidikan Amerika Serikat Bisa Ditingkatkan?
Bruce Joyce dalam bukunya yang berjudul Improving America’s Schools mengemukakan 3 tahap untuk mengembangkan sekolah atau yang sering dikenal sebagai The Three Rs (Refinement, Renovation, Redesign).
Refinement merupakan upaya untuk menggagas atau mempersiapkan suatu proses. Dalam tahap ini secara garis besar ada 3 kegiatan yang bisa dilakukan yaitu:
1) mengorganisasikan pihak-pihak yang bertanggungjawab atas sekolah guna mempelajari program dan lingkungan sekolah;
2) menggunakan kriteria efektif sebelum memulai pendidikan di sekolah; dan
3) mengembangkan iklim sosial pendidikan.

Renovation merupakan upaya untuk membangun suatu proses. Kegiatan yang bisa dilakukan dalam tahap ini antara lain:
1) memperluas pengembangan scope;
2) pengembangan staff;
3) mengembangkan area kurikulum.

Sedangkan Redesign merupakan upaya untuk memperluas scope. Dalam tahap terakhir ini kegiatan yang bisa dilakukan adalah:
1) menyelidiki misi sekolah;
2) mempelajari teknologi;
3) menyelidiki dengan teliti struktur organisasi; dan
4) membuat rencana pengembangan jangka panjang.
Sementara itu dalam buku yang berjudul Education in America — editor oleh Charles P. Cozic — disajikan beberapa sudut pandang yang saling bertentangan dari para praktisi dan pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan pendidikan di Amerika Serikat. Berikut ini beberapa sudut pandang yang saling bertolak-belakang tersebut.


FILOSOFI DASAR NEGARA MALAYSIA

Pada zaman ini Sistem Pendidikan Nasional dikemas sejalan dengan perkembangan dunia teknologi informasi. Dengan mempertimbangkan berbagai perubahan dan tantangan abad ke-21, peningkatan dan pemantapan sistem pendidikan diperlihatkan dalam hukum, kebijakan dan program utama. Perubahan paling signifikan dalam sejarah perkembangan pendidikan negara adalah pendirian Departemen Pendidikan Malaysia (KPTM) pada tahun 2004. Dengan pembagian ini KPM dipertanggungjawabkan kepada pembangunan pendidikan prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah, matrikulasi dan pendidikan guru. Falsafah Pendidikan Negara (FPN) Malaysia telah disusun berdasarkan dokumen-dokumen dasar dan ideologi negara. Rukun Negara adalah ideologi nasional Malaysia yang dibentuk pada tanggal 31 Agustus 1970 oleh Dewan Gerakan Negara yaitu setahun setelah terjadinya tragedi 13 Mei 1969 yang menghancurkan persatuan dan ketentraman negara. Kini FPN dikenal sebagai Filsafat Pendidikan Kebangsaan (FPK). FPK yang dinyatakan berikut akan menentukan arah haluan, dasar dan sumber inspirasi kepada semua usaha dan rencana dalam bidang pendidikan. Dari sudut sejarah, filsafat pendidikan negara lahir dari proses yang agak panjang yaitu satu proses pembangunan bangsa dan negara Malaysia sejak merdeka lagi. Adapun falsafah pendidikan Malaysia adalah falsafah kebangsaan berbunyi sebagai mana berikut: Pendidikan di Malaysia adalah suatu usaha berkelanjutan ke arah mengembangkan potensi individu secara menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelek, rohani, emosi, dan jasmani berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan. Usaha ini adalah untuk melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan, terampil, berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan mampu memimpin rakyatnya mencapai kesejahteraan diri dan memberi kontribusi terhadap keharmonisan dankemakmuran keluarga, masyarakat, dan Negara. Filsafat Pendidikan Kebangsaan bersifat eklektisisme, yaitu gabungan antara filsafat tradisional dan filsafat progresif. Filsafat pendidikan negara mencakup 19 filsafat aliran epistemologi, metafisika dan aksiologi yang juga secara langsung meliputi filsafat dealisme, realisme, perenilaisme, progresivisme dan eksistensialisme. Filsafat Pendidikan Kebangsaan disusun dari usaha berpikir yang rasional dan kritis, berlandaskan dari ideologi negara sebagaimana yang telah dimanifestasikan dalam Laporan dan Kebijakan Pendidikan, termasuk Rukun Negara. Filsafat Pendidikan Kebangsaan ini mengambil inspirasi dari proses pembangunan bangsa dan negara yang agak panjang. Apa yang digariskan dalam filsafat ini juga sangat berkaitan dengan perkembangan dunia Islam dan pembangunan negara Malaysia. Pendidikan di Malaysia bertujuan mengembangkan potensi individu secara menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelek, rohani, emosi, dan jasmani, berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan. Tujuan ini dimaksudkan agar dapat melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan berketerampilan, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan negara.


FILOSOFI DASAR NEGARA MESIR
Mesir yang terkenal dengan sebutan ardhul anbiyâ (negeri para nabi), memang telah menjadi kiblat keilmuan keislaman dunia. Di samping mempunyai segudang peradaban, negeri seribu menara ini juga merupakan gudang segala ilmu. Negara ini seakan memiliki magnet tersendiri. Terbukti, Mesir telah memikat jutaan hati para pelajar dari berbagai penjuru dunia untuk menimba ilmu di sana. Tentunya, semua ini tak lepas dari peran al-Azhar: pusat pendidikan tertua yang telah melahirkan banyak ulama dunia. Pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Karena itu diperlukan landasan dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Beberapa landasan pendidikan yang sangat memegang peranan penting dalam membentuk tujuan pendidikan adalah landasan filosofis. Abduh Ibnu Hasan Khairullah, filosofi islam di Mesir mengemukakan bahwa pendidikan bertujuan mendidik akal dan jiwa serta mengembangkannya hingga batas-batas yang memungkinkan anak didik mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Proses pendidikan dapat membentuk kepribadian muslim yang seimbang, pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif (akal) tapi perlu menyelaraskan afektif (moral) dan psikomotorik (keterampilan). Filosofi Islam dari Mesir, Muhammad Abduh mengemukakan bahwa pendidikan bertujuan mendidik akal dan jiwa serta mengembangkannya hingga batas-batas yang memungkinkan anak didik mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Proses pendidikan dapat membentuk kepribadian muslim yang 24 seimbang, pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif (akal) semata tapi perlu menyeleraskan dengan aspek afektif (moral) dan psikomotorik (keterampilan). Oleh sebab itulah baru-baru ini terdengar isu bahwa menteri pendidikan Mesir Ahmed Zaki Badr akan merubah kurikulum tahun akademik 2011/2012 dengan menambahkan pelajaran tentang “etika”. Secara historis, modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari pengenalan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Napoleon Bonaparte pada saat penaklukan Mesir. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai Napoleon Bonaparte yang berkebangsaan Perancis ini, memberikan inspirasi yang kuat bagi para pembaharu Mesir untuk melakukan modernisasi pendidikan di Mesir yang dianggapnya stagnan.


FILOSOFI DASAR NEGARA JEPANG
Peraturan pendidikan di Jepang dapat dibedakan dalam dua periode, yaitu sebelum dan sesudah perang Dunia II. Sebelum perang, kebijakan pendidikan yang berlaku adalah Salinan Naskah Kekaisaran tentang Pendidikan (Imperial Rescript on Education). Dinyatakan bahwa para leluhur Kaisar terdahulu telah membangun Kekaisaran dengan berbasis pada nilai yang luas dan kekal, serta menanamkannya secara mendalam dan kokoh. Materi pelajarannya dipadukan dalam bentuk kesetiaan dan kepatuhan dari generasi ke generasi yang menggambarkan keindahannya (Arifin, 2003: 89). Itulah kejayaan dari karakter Kaisar, dan ia juga telah mengendalikannya dengan sumber-sumber berpendidikan. Pendidikan hendaknya mampu mengafiliasikan seseorang kepada orang tuanya, suami isteri secara harmoni, sebagai sahabat sejati, menjadi diri sendiri yang sederhana dan moderat, mencurahkan kasih sayang kepada semua pihak, serta menuntut ilmu dan memupuk seni. Dari situlah pendidikan tersebut dapat mengembangkan daya intelektual dan kekuatan moralnya yang sempurna, selalu menghormati konstitusi, dan menjalankan hukum. Dalam kondisi darurat sekalipun, diharapkan dapat 25 mempersembahkan keberanian demi negara, melindungi dan menjaga kesejahteraan istana Kaisar seusia langit dan bumi. Maka, tidaklah menjadi orang yang baik dan setia semata, melainkan mampu melanjutkan tradisi leluhur yang amat mulia. Pada Maret 1947 juga berlaku Hukum Dasar Pendidikan (Fundamental Law of Education) yang pada hakekatnya merupakan statement filsafat pendidikan demokratis atau aliran filsafat pendidikan rekontruksionisme yang dalam banyak hal berbeda dengan Imperial Rescript on Education. Misalnya, dalam hubungan antara warga dengan negara, dalam setiap warga memiliki kewajiban untuk mengembangkan daya intelektual dan moral mereka, melaksanakan hukum dan mempersembahkan keberaniannya demi negara untuk melindungi dan menjaga kesejahteraan istana Kaisar. Sedangkan dalam Fundamental Law of Education disebutkan bahwa, Setiap warga memiliki kesempatan yang sama menerima pendidikan menurut kemampuan mereka, bebas dari diskriminasi atas dasar ras, jenis kelamin, status sosial, posisi ekonomi, asal usul keluarga, bantuan finansial, bagi yang memerlukan, kebebasan akademik, dan tanggung jawab untuk membangun negara dan masyarakat yang damai. Perbedaan yang lain adalah mengenai tujuan pendidikan. Dalam Imperial Rescript on Education disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan kesetiaan dan ketaatan bagi Kaisar agar dapat memperoleh persatuan masyarakat di bawah ayah yang sama, yakni Kaisar. Adapun tujuan pendidikan menurut Fundamental Law of Education adalah untuk meningkatkan perkembangan kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan menanamkan jiwa yang bebas.

FILOSOFI DASAR NEGARA CHINA
China memiliki tradisi filsafat yang tua dan indepeden. Lingkungan budaya cina berlainan dengan Eropa, India, dan Arap, mengahsilakan perbedaan gagasan, keyakinan, dan cara pikir kebudayaan lain. Perbedaan-perbedaan itu sekaligus memunculkan perbedaan dalam sifat dan konsep filsafat cina.

Pada awalnya filsafat cina merupakan ajran-ajaran yang diyakini sebagai penuntun hidup individu dan masyarakat. Peran ajaran-ajaran itu dapat disertakan dengan agama. Ajaran-ajaran Confucius, misalnya pada awalnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus berperilaku. Ajaran-ajaran ini diterima sebagai agama, ajaran-ajaran Confucius, misalnya pada awalnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagimana manusia berperilaku. Ajaran-ajaran ini diterima sebagai suatu kepercayaan, suatu dogma yang diterima kebenaranya. Namun memasuki masa sekarang ajaran itu mulai dipertanyakan, dianalisis, dikembangkan, dan diterapkan pada berbagai bidang kehidupan masyarakat modern dinamika pembahasan ajaran-ajaran itu menjadi semacam lahan pemikiran yang subur. Menjelmalah ajaran-ajaran itu menjadi filsafat, meskipun masih banyak ahli filsafat yang keberatan untukmengolongkan ajaran-ajaran cina menjadi filsafat.

Menurut Olsen 1984 , salah satu konsep dalam filsafat cina yang amat penting dan menonjol Dao yang menjadi dasar; Konfucianisme, Daoisme, dan Chan.

Keterangan tentang terbentuknya alam semesta menurut alam semesta dalam pemikiran Cina terdapat dalam kitap Yi Jing. Kitap ini menunjukan dan menjadi rujukan utama untuk memahami konsep kosmologi. Di dalamnya juga terdapat penjelasan tentang Dao dan kaitanya dengan hukum alam.

Menurut salah satu penafsiran terhadap kitap Yi Jing pada awalnya kehampaan saat belum ada dunia, belum ada apa-apa. Untuk sekian waktu yang ada hanyalah kehampaan serta kekosongan. Ada juga yang menyebutkan masa ini sebagai dunia pikiran. Kehamparan lalu disusul oleh kekacauan. Tiba-tiba menjadi tidak teraturan. Kehampaan berganti dengan kekacauan dengan tingkatan tinggi. Setelah terjadi kekacauan munculah gas yang disusul oleh energi, serta materi Qi. Gas dan materi ini tidak memiliki bentuk yang jelas bergerak secara bebas saling bertabrakan dan menimbulkan keteraturan hukum alam atau azas alam(Li). Hukum ini mengatur materi yang tersebar di alam namun belumlah sempurna dan hanya berupa benda langit secara umum saja. Perubahan (Yi) terjadi untuk menyempurnakan alam pembentukanya benda-benda alam.

Fungsi dari alam semesta mencapai kesempurnaan setelah mencapai atau munculnya Tai ji yang merupakan perpaduan unsur ying dan yang. Perpaduan unsur ini yang menjadikan alam menajdi seimbang dan harmonis. Tai Ji ada dimana saja dalam alam ini. Yin mengandung sifat-sifat ; diam, beku, padat, gelap, betina, dingin, menyerap, lembut. Dan sifat Yan merupakan gerak,cair, terang, jantan, panas, menentang, keras, dan gerak.

Tai Ji memunculkan 5 unsur alam pembentuk dunia dan isinya. Kelima unsur alam itu adalah api, air, tanah, logam, dan kayu. Perbedaan kosentrasi dan serajat lima unsur itu menyebabkan adanya perbedaan pada benda-benda.Derajat dan kosentrasi lima unsur pada manusia berbeda dengan pada hewan atau benda lainya.

Dengan adanya Tai ji yang mengandung Yin-Yang alam semesta dapat mengatur dirinya, pada dasarnya alam semesta dapat mengatur dirinya secara harmoni. Cara kerja alam selalu mengutamakan keharmonian. Jika ada kekacauan, maka penyebabnya adalah manusia karena alam semesta mengandung kebaikan dan harmonisasi

FILOSOFI DASAR NEGARA JERMAN
Buku “German Ideology” menawarkan basis filsafat yang unik dari seorang Karl Marx. Di sini, terukir jelas kecenderungan materialisme Marx yang ia ambil dari pengaruh Ludwig Feuerbach. Bahwa manusia adalah makhluk yang berproduksi dan berhubungan sosial, bahwa sejarah adalah sebuah proses manusia berproduksi untuk mempertahankan hidup, dan bahwa realitas yang nampak itu sebenarnya adalah realitas yang terlihat, bukan konstruksi gagasan yang diejawantahkan dari alam pikir manusia ke kehidupan sehari-hari.

Marx mengawalinya dengan kritik tajam terhadap tradisi filsafat Jerman Hegelian yang dinilainya mengalir dari surga ke bumi. Akibatnya, pergulatan hanya terjadi pada alam pikir dan melupakan basis realitas. Feuerbach dan filsafat materialime justru sebaliknya, bertitik pijak dari realitas sosial. Akan tetapi, dalam pembahasannya mengenai sejarah, konsepsi dialektika yang menjamin progresifitas aksi dielaborasi dengan produksi dan hubungan sosial yang materialistik. Ini yang mengerangkai konsepsi berpikir Marx tentang dunia.

Basis material itu yang mendeterminasi adanya hal-hal lain yang sifatnya bergugus dari alam pikir, seperti ideologi, agama, politik, budaya, atau yang lain. Hubungan antara produksi dengan hal-hal tersebut digambarkan dalam hubungan yang deterministik, antara basic dengan superstructure. Dalam struktur masyarakat industrial, problem terjadi pada struktur yang borjuistik. Struktur tersebut dinilai oleh Marx sebagai struktur yang alienatif, atau berdiri di atas penindasan manusia atas manusia yang lain. Kuncinya terdapat pada hak-milik pribadi. Adanya hak-milik kemudian menjadikan manusia yang menguasai faktor produksi –sebagai ruling class— mempekerjakan manusia yang lain dalam spectrum hubungan yang mekanistik. Akibatnya, manusia menjadi terasing dari manusia lain karena kehilangan kesempatan untuk berproduksi secara otonom. Keterasingan (alienasi) inilah yang kemudian melahirkan kaum proletariat –mereka yang tidak memiliki hak-milik dan tertindask oleh struktur yang alienatif tadi.

Ironisnya, negara dan hukum, yang idealnya menjadi alat untuk mengejawantahkan fungsi keadilan— justru didomplengi oleh kepentingan kaum borjuis, karena struktur negara tidak berpihak pada kaum proletar. Hukum dan politik menjadi ilusionis, karena mereka hanya melayani kepentingan kaum borjuis yang menentukan keuangan negara. Semua hal tersebut berakar dari pembagian kerja yang sangat bertumpu pada hak-milik pribadi. Selama hak-milik pribadi tetap mendeterminasi pembagian kerja, hegemoni borjuis akan tetap eksis. Konsekuensinya., kaum proletariat tetap menjadi kelompok tak berpunya.

Oleh karena itu, Marx memperkenalkan komunisme sebagai jalan untuk mengembalikan basis produksi dan hubungan sosial yang humanis sebagai nature manusia. Keterasingan harus dihilangkan karena menyalahi nature. Jalannya, di tengah masyarakat yang borjuistik, adalah revolusi proletariat. Kaum proletar menjadi tumpuan utama karena kondisi yang antagonis dengan majikan-majikan mereka, sehingga dapat meraih kesadaran yang luas untuk perjuangan kelas. Basis kelas sebagai titik tolak revolusi kemudian ditujukan untuk meraih tujuan komunisme, yaitu mengembalikan hakikat manusia yang dirampas oleh proses borjuistik.

Pada buku ini, Marx menggeser basis filsafat Idealisme a la Hegel yang sangat idealistik ke arah realitas sosial. Hal yang menarik, pergeseran ini menyebabkan filsafat Marx tidak dipenuhi oleh abstraksi yang penuh penalaran, tetapi justru pada analisisnya yang kuat pada realitas. Sangat identik Feuerbach. Ini mempengaruhi analisis-analisis Marx pada tulisan-tulisan selanjutnya. Sehingga, Marx menutup dengan sebuah pesan sederhana: hanya revolusi dan perubahan sosial yang mengakar-lah yang akan memandu kita, menemukan masyarakat yang baru



Tidak ada komentar:

Posting Komentar